Sabtu, 30 Oktober 2010

Nasjah Djamin


Nasjah Djamin adalah seorang pengarang sastra Indonesia modern. Nasjah Djamin lahir tanggal 24 September 1924 di Perbaungan, Sumatera Utara. Ia mempunyai nama asli Noeralamsyah. Orang tuanya berasal dari Minangkabau, ayahnya bernama Haji Djamin dan ibunya bernama Siti Sini. Ayahnya bekerja sebagai mantri candu dan garam di Deli. Haji Djamin terus menetap di tanah Deli itu sehingga anak-anaknya disebut anak Deli yang sudah terlepas dari susunan adat dan kehidupan Minangkabau. Nasjah Djamin dan orang tuanya tinggal di daerah perkebunan di daerah Deli. Orang tuanya tidak memiliki darah seni, begitu juga saudara-saudaranya. Nasjah Djamin satu-satunya diantara saudara-saudaranya yang mempunyai bakat seni. Dia menyenangi kehidupan yang bebas dalam arti tidak ada tekanan dari lingkungan setempat.
Bakat seninya yang pertama kali tumbuh adalah melukis. Ia senang sekali melukis pemandangan sekitar perkebunan serta pedati dan kusirnya. Setelah menikah pada tahun 1967, Nasjah Djamin bertempat tinggal di Yogyakarta bersama istrinya, Umi Naftiah dan anak-anaknya. Dia meninggal dunia pada tanggal 4 September 1997, tepatnya pada hari Kamis pukul 12.30 pada usia 73 tahun. Dia dimakamkan di Bukit Saptorenggo, Imogiri, Yogyakarta.[1]

Latar Belakang Kesasteraan

Nasjah Djamin ikut berperan dalam kehidupan kesasteraan Indonesia. Karya-karya yang ditulisnya merupakan sumbangan yang berharga untuk perkembangan kesusasteraan Indonesia. Ajip Rosidi menggolongkannya sebagai sastrawan periode 1953-1961. Kegiatan menulisnya setelah dia pensiun dari Jawatan Kebudayaan masih terus dilakukan.
Puisi-puisinya banyak bermunculan ketika ia bekerja sebagai anggota redaksi dari majalah Budaya. Dia tidak sekadar menulis satu jenis sastra saja tetapi beberapa jenis sastra seperti puisi, prosa, dan drama. Salah satu karya dramanya pernah memenangkan juara kedua penulisan naskah drama yang diadakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1956.
Nasjah Djamin terdorong oleh batinnya untuk selalu menulis. Dia pernah berpendapat bahwa bagi pengarang, mencipta itu merupakan keharusan meskipun untuk sementara ciptaannya itu disimpan dalam lemari. Kendati karya-karyanya pernah ditolak oleh HB Jassin, hal itu tidak membuatnya tidak putus asa untuk menulis. Ini dibuktikannya dengan sering terbitnya tulisannya di majalah Minggu Pagi dan surat kabar Kedaulatan Rakyat.

Sumber : Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar