Senin, 18 Oktober 2010

Cinta III



Kelmarin aku berdiri berdekatan pintu gerbang sebuah rumah ibadat dan
bertanya kepada manusia yang lalu-lalang di situ tentang misteri dan kesucian cinta.

Seorang lelaki setengah baya menghampiri, tubuhnya rapuh wajahnya gelap.
Sambil mengeluh dia berkata, "Cinta telah membuat suatu kekuatan menjadi
lemah, aku mewarisinya dari Manusia Pertama."

Seorang pemuda dengan tubuh kuat dan besar menghampiri. Dengan suara
bagai menyanyi dia berkata, "Cinta adalah sebuah ketetapan hati yang
ditumbuhkan dariku, yang rnenghubungkan masa sekarang dengan generasi
masa lalu dan generasi yang akan datang.'

Seorang wanita dengan wajah melankolis menghampiri dan sambil mendesah,
dia berkata, 'Cinta adalah racun pembunuh, ular hitam berbisa yang
menderita di neraka, terbang melayang dan berputar-putar menembusi langit
sampai ia jatuh tertutup embun, ia hanya akan diminum oleh roh-roh yang
haus. Kemudian mereka akan mabuk untuk beberapa saat, diam selama satu
tahun dan mati untuk selamanya.'

Seorang gadis dengan pipi kemerahan menghampiri dan dengan tersenyum dia berkata, "Cinta itu laksana air pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh orang-orang yg kuat, membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian di depan matahari di siang hari.' 

Setelah itu seorang lelaki menghampiri. Bajunya hitam, janggutnya panjang dengan dahi berkerut, dia berkata, "Cinta adalah ketidakpedulian yang buta. la bermula dari hujung masa muda dan berakhir pada pangkal masa muda.' 

Seorang lelaki tampan dengan wajah bersinar dan dengan bahagia berkata,
'Cinta adalah pengetahuan syurgawi yang menyalakan mata kita. Ia
menunjukkan segala sesuatu kepada kita seperti para dewa melihatnya.'

Seorang bermata buta menghampiri, sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya
ke tanah dan dia kemudian berkata sambil menangis, 'Cinta adalah kabus
tebal yang menyelubungi gambaran sesuatu darinya atau yang membuatnya
hanya melihat hantu dari nafsunya yang berkelana di antara batu karang, tuli
terhadap suara-suara dari tangisnya sendiri yang bergema di lembah-lembah.'

Seorang pemuda, dengan membawa sebuah gitar menghampiri dan menyanyi,
'Cinta adalah cahaya ghaib yang bersinar dari kedalaman kehidupan yang peka
dan mencerahkan segala yang ada di sekitarnya. Engkau bisa melihat dunia
bagai sebuah perarakan yang berjalan melewati padang rumput hijau.
Kehidupan adalah bagai sebuah mimpi indah yang diangkat dari kesedaran dan
kesedaran.'

Seorang lelaki dengan badan bongkok dan kakinya bengkok bagai potongan-
potongan kain menghampiri. Dengan suara bergetar, dia berkata, "Cinta
adalah istirahat panjang bagi raga di dalam kesunyian makam, kedamaian bagi
jiwa dalam kedalaman keabadian.’

Seorang anak kecil berumur lima tahun menghampiri dan sambil tertawa dia
berkata, "Cinta adalah ayahku, cinta adalah ibuku. Hanya ayah dan ibuku yang
mengerti tentang cinta."

Waktu terus berjalan. Manusia terus-menerus melewati rumah ibadat
Masing-masing mempunyai pandangannya tersendiri tentang cinta. Semua
menyatakan harapan-harapannya dan mengungkapkan misteri-misteri
kehidupannya.


Khalil Gibran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar